BIOGRAFI
Kamis, 30 Juni 2016
Senin, 13 Juni 2016
Sabtu, 04 Juni 2016
ANALISIS DRAMA "LAWAN CATUR"
Analisis Drama Model Todorof “Lawan
Catur” Karya Kenneth Arthur
1.
Sinopsis
Drama
Kisah ini berawal dari percakapan pada saat bermain
catur antara Samuel dengan bawahannya Antonio. Samuel adalah seorang pemimpin
pemerintahan. Pada saat permainan catur itu sudah hamper berakhir, datanglah
Verka menghadap Samuel. Dia melaporkan Telah menangkap Oscar Yakob. Yang
termasuk komplotan anti pemerintahan dan diketahui berniat membunuh Samuel.
Samuel yang merasa tertantang, langsung menyuruh
Verka untuk membawa Oscar menghadapnya tanpa digeledah terlebih dahulu. Walau
awalnya bawahannya itu menolak, karena menghawatirkan keselamatan Samuel tapi
akhirnya Oscar di bawa juga ke dalam ruangan dan menghadap Samuel.
Samuel
lalu memerintahkan Antanio untuk meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. Dan
disanalah terjadi perdebatan di antara keduanya. Samuel menentang Oscar dengan
membiarkannya mengancungkan pistol kehadapannya tanpa melawan.
Namun
disana Oscar tidak langsung membunuh Samuel, dia malahan dibuat bingung oleh cerita-cerita
Samuel yang mngatakan bahwa dialah Oscar. Mereka bertukar tempat dari kecil,
dan Samuel juga mengatakan bahwa mereka berdua adalah saudara angkat yang sudah
lama terpisahkan. Di sana Oscar mulai bimbang untuk membunuh Samuel atau tidak.
Di tengah kebingungan Oscar, Samuel mengatakan mereka berdua memang seharusnya
mati. Samuel mengajak Oscar untuk meminum racun yang bisa mengakhiri hidup
mereka tanpa rasa sakit.
Awalnya Oscar menolak, namun berkat
kepintaran dan kelicikan Samuel dalam berkata-kata, Oscar mau melakukannya.
Merek berdua meminum anggur yang sebelumnya sudah diisi serbuk racun.
Tubuh Oscar mulai mati rasa, dan
sebelum dia meninggal Samuel mengatakan bahwa dia telah berbohong. Oscar bukan
saudara angkatnya, dan mendengar itu Oscar langsung bangkit dan menembak
Samuel, namun tidak sempat. Samuel tetap hidup walau sudah minum racun itu
karena dia sudah terbiasa dengan ramuan-ramuan yang bisa membunuh orang biasa
itu. Karena itulah dia bisa dengan mudah mengarang cerita bahwa mereka saudara
angkat. Samuel menang dengan oleh tak tik yang dipikirkannya. Setelah kematian
Oscar, dia pun meneruskan permainan catur yang tertunda itu dengan Antonio.
2.
Urutan
Suatu Isi Cerita
1. Dimulai
dari percakapan antara Samuel dengan bawahannya Antonio.
2. Antonio
sangat cerdik bermain catur.
3. Permainan
catur sudah hamper habis.
4. Samuel
tidak bosannya bermain catur.
5. Menentang
dan mengancam Antonio untuk terus bermain catur
6. Samuel
yang merasa tertentang.
7. Menyuruh
Verka untuk membawa ke dalam ruangan.
8. Oscar menghadap Samuel.
9. Samuel
memerintahkan bawahannya untuk meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.
10. Terjadi
perdebatan di antara mereka berdua.
11. Samuel
menentang Oscar.
12. Dia
membiarkan mengacungkan pistol ke hadapannya tanpa melawan.
13. Oscar
tidak langsung membunuh Samuel.
14. Oscar
dibuat bingung degan cerita-cerita Samuel.
15. Samuel
mengaku bahwa dirinya lah Oscar.
16. Mereka
bertukar tempat dari kecil.
17. Samuel
juga mengatakan bahwa mereka dulunya sudah lama terpisahkan.
18. Oscar
pun semakin bingung.
19. Bimbang
untuk membunuh Samuel atau tidak.
20. Samuel
mengatakan memang seharusnya mereka berdua harus mati.
21. Samuel
mengajak Oscar untuk meminum racun
22. Oscar
menolak
23. Dengan
kepintaran dan kelicikan Samuel dalam berkata Oscar mau melakukannya.
24. Mereka
berdua meminum anggur yang sudah diisi serbuk racun di dalamnya.
25. Tubuh
Oscar mulai mati rasa.
26. Samuel
berbohong.
27. Oscar
bukan saudara angkatnya.
28. Oscar
ingin bangkit dari raa sakitnya.
29. Tidak
sempat.
30. Samuel
tetap hidup walau sudah minum racun.
31. Sebenarnya
Smuel sudah tau riwayat hidup Oscar sejak dia lahir sampai sekarang.
32. Dengan
mudah Samuel mengarang cerita.
33. Samel
menang dengan tak tik yang dipikirkannya.
34. Setelah
kematian Oscar.
35. Samuel
meneruskan catur yang tertunda dengan Antonio.
3.
Analisis
Tokoh
Drama
ini tidak menampilkan banyak tokoh, hanya 4 orang saja yaitu Samuel, Antonio,
Verka, dan Oscar Yakob. Berikut ini analisis keempat tokoh tersebut.
a. Samuel
Pemeimpin pemerintahan
yang mempunyai semangat yang kuat serta memiliki prilaku tenang dan cerdik.
Bukti kutipan:
“Tidak. Aku tidak
pernah bosan main catur. Dengar Antonio. Apabila aku bosan main catur, itu
artinya aku bosan hidup. Permainan catur adalah tantangan bagi ketajaman otak
dan kekuatan sikap jiwa manusia: sebagaimana taktik cinta, taktik perang,
politik dan lain sebagainya.”
b. Antonio
Bawahan sekaligus teman
main catur Samuel yang penurut tidak pernah membantah atasannya.
Bukti kutipan:
“sebentar, ya mulia.
Apakah Yang Mulia memanggil saya? Baik saya segera memanggil Oscar Yang Mulia”.
c. Verka
Bawahan Samuel yang
bertugas menangkap Oscar. Dia juga setia terhadap atasanya.
Bukti kutipan:
“Apakah Yang Mulia
memanggil saya? Seseorang yang bernama Oscar Membawa surat keterangan dari Yang
Mulia, menunggu di ruang sekertaris”.
d. Oscar
Yakob
Komplotan anti
pemerintah dan mendapat tugas untuk membunuh pimpinan pemerintah yaitu Samuel.
Dia orang yang mudah terpengaruh dan tidak memiliki pendirian yang kuat,
sehingga bisa diakali oleh Samuel.
Bukti kutipan:
“Samuel: diana Oscar mulai bimbang untuk membunuh Samuel
atau tidak. Ditengah kebingungan Oscar, Smuel berkata mereka berdua memang
seharusnya mati. Smuel mengajak Oscar untuk meminum racun yang bisa mengakhiri
hidup mereka tanpa rasa sakit. Awalnya Osar menolak, lalu Oscar melakukannya.
4.
Analisis
Ruang dan Waktu
Dalam
sebuah ruangan yang berisikan meja dan dua buah kursi yang berhadapan. Dan
diatas meja tersebut terdapat papan catur yang berwarna hitam putih lengkap
dengan buah caturnya. Buah catur yang terdiri dari 8 buah bidak, 2 benteng, 2
gajah, 2 kuda, 1 permaisuri, dan 1 raja. Di dalam ruanagan itu juga terdapat
botol yang berisikan anggur beserta cangkirnya. Mereka berdua bertemu di ruang
raja yang sangat jauh dari keramaian. Bahkan untuk memanggil bawahannya saja
Raja biasanya harus membunyikan bell yang bunyinya begitu keras. Oscar datang
keruangan raja, raja memerintahkan Oscar untuk mengunci seluruh pintu dan
memastikan jendela yang ada telah tertutup rapat agar Oscar dapat percaya bahwa
tidak aka nada orang yang mendengar raja minta tolong ketika Oscar akan
membunuh raja.
5.
Analisis
Tema
Drama ini memiliki tema tentang tak
tik seorang dalam menghadapi masalahnya.
Bukti
kutipan:
“benar 100%, tak ada alas an bagi saya untuk
membohongimu. Kau sendiri yang tadi bertanya, bukan? Kenapa kau diberikan
kesempatan untuk membunuh saya. Apa yang kau rencanakan sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Samuel telah
kehilangan keseimbangannya. Saya sesungguhnya ingin bunuh diri, saya harus
mati. Tapi kematian macam apa, saya tidak memgetahinya. Itulah sebabnya kau kau
datang tidak di geledah. Kau lah yang menjalankan kematian itu”.
“apakah kau cukup
berani minum racun? Ya, bagus.. lihatlah cincin ini. Kalau saya tekan sebuah
per naya, begini, nah.. ada tepung yang hebat di bawah akiknya. Lihat! Kemudian
kita undi, salah satu dari kita akan minum racun dan seornag lagi menggunakan
pistol. Gampang bukan?”.
6. Analisis Amanat
Pada
naskah drama ini penulis mengungkapkan untuk tidak mudah percaya oleh bujuk
rayu orang lain. Dan selalu menggunakan akal untuk bisa berpikir dengan cerdas.
Naskah Drama
LAWAN CATUR
Karya Kenneth Arthur (Kenneth Sawyer Goodman)
Karya Kenneth Arthur (Kenneth Sawyer Goodman)
Samuel: Bagaimana, Antonio ( tersenyum ) Rupanya kau telah kehilangan kecerdikanmu
Antonio: Sebentar,Yang Mulia
Samuel: Pionnya barangkali..
Antonio: Bukan ( main ) Nah… sudah
Samuel: Aha ! Begitu ? Bagus…bagus…! Kecerdikanmu telah kembali bukan ?
Antonio: Apakah waktunya sudah habis, Yang Mulia ?
Samuel: Belum. Kita masih punya waktu 10 menit untuk permainan ini.
Antonio: Yang Mulia sudah bosan main catur rupanya…
Samuel: Tidak. Aku tidak pernah bosan main catur. Dengar, Antonio. Apabila aku bosan main catur, itu artinya aku bosan hidup.permainan catur adalah tantangan bagi ketajaman otak dan kekuatan sikap jiwa manusia : sebagaimana taktik cinta, taktik perang, politik dan lain sebagainya. Apabila permainan caturku buruk, aku akan berhenti jadi Menteri Urusan Kepolisian. Kita orang pemerintah tidak hanya meletakkan nyawa dalam kekuatan tangan kita, namun juga harus mengasah kepala untuk menjalankan tugas seefektif mungkin. Kita harus tetap menjaga agar sempurna, persis geraknya, licin jalannya. Ya…ya..begitulah caranya kita mengabdi pada pekerjaan kita. Apabila mesin – mesin dalam kepala kita mogok atau macet, kita tak pula lagi berarti apa-apa.
Antonio: Tetapi pikiran Yang Mulia melayang agaknya…
Samuel: Begitukah ? baiklah, baik ( main dengan cepat ) Nah..lawanlah ini kalau kau bisa.
Antonio: Sebuah gerakan yang dapat menyelamatkan Raja Yang Mulia…
Samuel: Kau rasakan sekarang. Aku melamun, aku bermimpi, pikiranku melayang dan kemudian datang gerakan secepat kilat. Ketangkasan taktik pada lintasan akal sekejap itulah letak kekuatannya.
Antonio: Itu namanya inspirasi, Yang Mulia !
Samuel: Mungkin. Tetapi di balik inspirasi itu kita tidak boleh melupakan taktik permainan.
Verka: masuk
Verka: Apakah
Yang Mulia memanggil saya ?
Samuel: Apakah ada orang yang bernama Oscar Yakob ?
Verka: Seseorang yang bernama Oscar Yakob membawa surat keterangan dari yang mulia, menunggu di ruang sekretaris.
Samuel: Saya memperkenankan kau membawanya kemari 10 menit lagi.
Verka: Harap dimaafkan, Yang Mulia. Tuan Sekretaris mohon bertanya apakah perintah yang diberikan Antonio memang benar ?
Samuel: Apakah ada orang yang bernama Oscar Yakob ?
Verka: Seseorang yang bernama Oscar Yakob membawa surat keterangan dari yang mulia, menunggu di ruang sekretaris.
Samuel: Saya memperkenankan kau membawanya kemari 10 menit lagi.
Verka: Harap dimaafkan, Yang Mulia. Tuan Sekretaris mohon bertanya apakah perintah yang diberikan Antonio memang benar ?
Samueel: Perintah
apa ?
Verka: Bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu tak perlu di geledah ?
Samuel: Tak ada alasan untuk menggeledah orang itu ( verka pergi )
Giliranmu main Antonio. Kita masih punya waktu dua menit untuk main catur dan satu menit untuk tanya jawab.
Antonio: Ahaa …saya dapat menskak mat Yang Mulia dalam lima langkah.
Samuel: Tapi dua menit sudah habis. Sekarang katakanlah, apakah agen-agenmu tidak salah dalam mengusut keterangan mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu ?
Antonio: Sangat pasti, Yang Mulia. Saya mohon kepada Yang Mulia kemarin, karena telah diketahui oleh agen-agen saya bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu masuk kompotan anti pemerintah, dan dia mendapat tugas dari pimpinannya untuk membunuh Yang Mulia. Dua orang bawahannya telah kami tangkap dua minggu yang lalu, dan yang tak mesti diragukan lagi adalah mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu. Laporan mengenai sejarah hidupnya, sejak dia lahir sampai sekarang telah kami serahkan kepada Yang Mulia. Tentu Yang Mulia telah memahaminya.
Samuel: Ya… ya…riwayat hidupnya telah kuhapal di luar kepala. Meskipun begitu, aku telah menganugerahkan kepadanya untuk mewawancaraiku secara pribadi. Juga telah aku perintahkan dengan tegas untuk tidak menggeledahnya. Singkatnya, aku telah melakukan pekerjaan yang sangat tolol, bukan ?
Antonio:Saya tidak berhak meragukan kebijaksanaan Anda, Yang Mulia
Samuel: Ah ..?! kau tak berhak meragukan kebijaksanaanku ? tapi dalam hati kau meragukannya. Aku melihat semua itu di balik pandangan matamu ketika kau berkata dalam hati : ”Yang Mulia Samuel Glaspel, dibalik omongannya yang manis, sudah tidak seperti biasanya lagi. Dia telah mundur. Dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya !” Apa kau kira aku takut ?
Antonio: Yang Mulia…
Verka: Bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu tak perlu di geledah ?
Samuel: Tak ada alasan untuk menggeledah orang itu ( verka pergi )
Giliranmu main Antonio. Kita masih punya waktu dua menit untuk main catur dan satu menit untuk tanya jawab.
Antonio: Ahaa …saya dapat menskak mat Yang Mulia dalam lima langkah.
Samuel: Tapi dua menit sudah habis. Sekarang katakanlah, apakah agen-agenmu tidak salah dalam mengusut keterangan mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu ?
Antonio: Sangat pasti, Yang Mulia. Saya mohon kepada Yang Mulia kemarin, karena telah diketahui oleh agen-agen saya bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu masuk kompotan anti pemerintah, dan dia mendapat tugas dari pimpinannya untuk membunuh Yang Mulia. Dua orang bawahannya telah kami tangkap dua minggu yang lalu, dan yang tak mesti diragukan lagi adalah mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu. Laporan mengenai sejarah hidupnya, sejak dia lahir sampai sekarang telah kami serahkan kepada Yang Mulia. Tentu Yang Mulia telah memahaminya.
Samuel: Ya… ya…riwayat hidupnya telah kuhapal di luar kepala. Meskipun begitu, aku telah menganugerahkan kepadanya untuk mewawancaraiku secara pribadi. Juga telah aku perintahkan dengan tegas untuk tidak menggeledahnya. Singkatnya, aku telah melakukan pekerjaan yang sangat tolol, bukan ?
Antonio:Saya tidak berhak meragukan kebijaksanaan Anda, Yang Mulia
Samuel: Ah ..?! kau tak berhak meragukan kebijaksanaanku ? tapi dalam hati kau meragukannya. Aku melihat semua itu di balik pandangan matamu ketika kau berkata dalam hati : ”Yang Mulia Samuel Glaspel, dibalik omongannya yang manis, sudah tidak seperti biasanya lagi. Dia telah mundur. Dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya !” Apa kau kira aku takut ?
Antonio: Yang Mulia…
Samuel: Terus
terang, aku sendiri kadang-kadang berpikir begitu. Bahwa sekali waktu tak akan
ada lintasan akal yang muncul seperti kilat, dan bahwa aku akan dibikin
skak-mat untuk selama-lamanya. Itulah sebabnya kau kusuruh kemari untuk berjam
jam main catur denganku. Aku sangat terganggu untuk melakukan permainan
dengan.. Oscar Yakob itu.
Antonio: Jadi, Yang Mulia punya alasan pasti untuk bertemu dengan orang itu ?
Samuel: Toh, kau tak akan bisa memahami alasanku ini.
Antonio: Orang itu ditugaskan untuk membunuh Yang Mulia
Smuel: Biarlah…
Antonio: Tapi dalam hal ini saya mengusulkan kepada Yang Mulia…untuk…tentu akan lebih aman apabila…
Samuel: Cukup ! Jangan bicara padaku seperti anak kecil. Aku tahu apa yang tengah kau pikirkan. Samuel Glaspel tidak seperti biasanya, ia telah kehilangan. Ia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya. Ia telah lamban dan ia butuh dijaga..Nah,.. waktunya telah habis. Kau kerjakan saja apa yang telah kutugaskan kepadamu. Jangan lebih dari itu.
Antonio: Apakah papan caturnya harus saya singkirkan, Yang Mulia ?
Samuel: Jangan..jangan disentuh ataupun diubah. Kita akan menyelesaikannya nanti ( Antonio berdiri ragu-ragu ) Nanti kau akan ku panggil dengan bel. Baiklah. Kulihat kau akan berkata sesuatu. Kau kira permainan kita tak dapat dilanjutkan ? kita lihat saja nanti.
Antonio: Saya mohon kepada Yang Mulia agar….
Verka: MASUK BERSAMA Oscar YAKOB
Oscar Yakob menghadap....
Oscar yakob datang dengan gagah
Samuel: Ooo..begitu ? Jadi kau yang bernama Oscar Yakob itu ? Bagus..bagus…begitu …!
Oscar: Ya, saya Oscar Yakob
Samuel: Bois nastardas, Oscar Yakob.
Oscar: Bois nastardas, Samuel Glaspel.
Samuel: Ternyata begitu sukar menjumpai saya, bukan ? Sukar bertemu muka dengan Samuel Glaspel !
Oscar: Tidak sesukar sebagaimana yang saya bayangkan, Yang Mulia.
Samuel: ( kepada antonio dan verka )
Nah..apalagi yang kalian tunggu ? Orang ini mempunyai sesuatu yang penting yang mesti disampaikan, tapi dia sepertinya seorang yang pemalu. Dihadapan orang banyak, tampaknya dia tidak bisa berkata apa-apa.
Antonio: Yang Mulia…Saya akan menanti di koridor.
Samuel: Nonsens. Nonsens…! Pergilah ke taman, carilah inspirasi untuk permainan kita nanti. Ayo, pergilah !
antonio dan verka pergi
Samuel : ( pada oscar yakob )
Saya ingin memandangmu baik-baik
Oscar Yakob Curiga
Samuel: Ah..tidak ada orang lain yang mengintai kita. Kamar ini letaknya paling ujung dan berada di pojok bangunan. Di belakang, tak ada apa-apa selain jendela. Tak ada balkon dan tak ada lemari. Bukalah pintu dari mana kau tadi masuk. Tak ada orang di koridor. Boleh kau kunci jika kau menghendakinya..! Nah, kita tidak akan diganggu lagi. Baiklah, sekarang duduklah dan katakan apa yang kau inginkan.
Oscar: (tak bisa berkata apa-apa)
Samuel: Tiba-tiba jadi bisu, ya ? Tak tahu bagaimana memulainya. Kemalu-maluan atau bagaimana ?
Oscar: Tidak. Saya berkata dalam hati.
Samuel: Ah.. berkata dalam hati.
Oscar: Saya bertanya dalam hati, mengapa Yang Mulia memberi kesempatan ini.
Samuel: Kesempatan ?!
Oscar: Kesempatan saya untuk membunuh Yang Mulia.
SAMUEL
Begitu ? Kau mau membunuh saya ! jadi itukah soalnya ?! Baiklah. Dari tadipun saya sebenarnya sedang memikirkan hal itu, sekarang tentu saja saya menjadi lebih yakin lagi. Bagus. Nah, teruskanlah !
OSCAR ( tenang dan biasa )
Tuhan menyerahkan anda ke tangan saya.
Samuel: Bah ! Janganlah Tuhan kita itu kita ikut-ikutkan. Buang kalimat tolol dan omong kosong itu. Saya sangsi, apakah Tuhan masih punya perhatian terhadap orang macam kita. Sayalah yang menyerahkan diri saya sendiri kepadamu. Persoalannya tidak lebih dari itu. Sebetulnya gampang saja saya bisa menjebakmu. Tapi tidak. Bahkan tak perlu sebenarnya pistolmu itu kau sembunyikan di balik kantongmu.
Oscar: (sinis)
Antonio: Jadi, Yang Mulia punya alasan pasti untuk bertemu dengan orang itu ?
Samuel: Toh, kau tak akan bisa memahami alasanku ini.
Antonio: Orang itu ditugaskan untuk membunuh Yang Mulia
Smuel: Biarlah…
Antonio: Tapi dalam hal ini saya mengusulkan kepada Yang Mulia…untuk…tentu akan lebih aman apabila…
Samuel: Cukup ! Jangan bicara padaku seperti anak kecil. Aku tahu apa yang tengah kau pikirkan. Samuel Glaspel tidak seperti biasanya, ia telah kehilangan. Ia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya. Ia telah lamban dan ia butuh dijaga..Nah,.. waktunya telah habis. Kau kerjakan saja apa yang telah kutugaskan kepadamu. Jangan lebih dari itu.
Antonio: Apakah papan caturnya harus saya singkirkan, Yang Mulia ?
Samuel: Jangan..jangan disentuh ataupun diubah. Kita akan menyelesaikannya nanti ( Antonio berdiri ragu-ragu ) Nanti kau akan ku panggil dengan bel. Baiklah. Kulihat kau akan berkata sesuatu. Kau kira permainan kita tak dapat dilanjutkan ? kita lihat saja nanti.
Antonio: Saya mohon kepada Yang Mulia agar….
Verka: MASUK BERSAMA Oscar YAKOB
Oscar Yakob menghadap....
Oscar yakob datang dengan gagah
Samuel: Ooo..begitu ? Jadi kau yang bernama Oscar Yakob itu ? Bagus..bagus…begitu …!
Oscar: Ya, saya Oscar Yakob
Samuel: Bois nastardas, Oscar Yakob.
Oscar: Bois nastardas, Samuel Glaspel.
Samuel: Ternyata begitu sukar menjumpai saya, bukan ? Sukar bertemu muka dengan Samuel Glaspel !
Oscar: Tidak sesukar sebagaimana yang saya bayangkan, Yang Mulia.
Samuel: ( kepada antonio dan verka )
Nah..apalagi yang kalian tunggu ? Orang ini mempunyai sesuatu yang penting yang mesti disampaikan, tapi dia sepertinya seorang yang pemalu. Dihadapan orang banyak, tampaknya dia tidak bisa berkata apa-apa.
Antonio: Yang Mulia…Saya akan menanti di koridor.
Samuel: Nonsens. Nonsens…! Pergilah ke taman, carilah inspirasi untuk permainan kita nanti. Ayo, pergilah !
antonio dan verka pergi
Samuel : ( pada oscar yakob )
Saya ingin memandangmu baik-baik
Oscar Yakob Curiga
Samuel: Ah..tidak ada orang lain yang mengintai kita. Kamar ini letaknya paling ujung dan berada di pojok bangunan. Di belakang, tak ada apa-apa selain jendela. Tak ada balkon dan tak ada lemari. Bukalah pintu dari mana kau tadi masuk. Tak ada orang di koridor. Boleh kau kunci jika kau menghendakinya..! Nah, kita tidak akan diganggu lagi. Baiklah, sekarang duduklah dan katakan apa yang kau inginkan.
Oscar: (tak bisa berkata apa-apa)
Samuel: Tiba-tiba jadi bisu, ya ? Tak tahu bagaimana memulainya. Kemalu-maluan atau bagaimana ?
Oscar: Tidak. Saya berkata dalam hati.
Samuel: Ah.. berkata dalam hati.
Oscar: Saya bertanya dalam hati, mengapa Yang Mulia memberi kesempatan ini.
Samuel: Kesempatan ?!
Oscar: Kesempatan saya untuk membunuh Yang Mulia.
SAMUEL
Begitu ? Kau mau membunuh saya ! jadi itukah soalnya ?! Baiklah. Dari tadipun saya sebenarnya sedang memikirkan hal itu, sekarang tentu saja saya menjadi lebih yakin lagi. Bagus. Nah, teruskanlah !
OSCAR ( tenang dan biasa )
Tuhan menyerahkan anda ke tangan saya.
Samuel: Bah ! Janganlah Tuhan kita itu kita ikut-ikutkan. Buang kalimat tolol dan omong kosong itu. Saya sangsi, apakah Tuhan masih punya perhatian terhadap orang macam kita. Sayalah yang menyerahkan diri saya sendiri kepadamu. Persoalannya tidak lebih dari itu. Sebetulnya gampang saja saya bisa menjebakmu. Tapi tidak. Bahkan tak perlu sebenarnya pistolmu itu kau sembunyikan di balik kantongmu.
Oscar: (sinis)
Yang Mulia rupanya bersuka hati.
Samuel: Bukan, bukannya bersuka hati. Saya hanya tergoda ingin tahu, bagaimana kau memainkan pistolmu itu. Nafsu ingin tahu ini begitu meluap-luap barangkali. Keluarkan barang itu, Oscar Yakob. Silahkan !
Oscar: Yang Mulia, ini mendebarkan hati kita berdua.
Samuel: Dan mengharukan, begitu ? Ya.. begitu mengharukan hati. Bagus, bagus Oscar Yakob.
Oscar: (mengeluarkan pistol)
Jauhkan tangan anda dari bel itu. Dengan segala hormat Yang Mulia Samuel Glaspel.
Samuel: Saya tak akan melakukannya. Kau takut mereka akan datang kemari kalau saya menekan bel ini, bukan ? Tidak… Apa saya terlalu tolol mengira kau takut ? Baiklah, baiklah. Kalau tangan ini saya gerakan, kau tentu akan menembak.
Oscar: Ya !
Samuel: Nah, teruskanlah, saya tidak akan melakukannya.
Oscar: Tak akan ada seorang pun di atas bumi ini yang akan bisa menyelamatkan Anda, SAMUEL Glaspel !
Samuel: Demikian juga halnya denganmu, Sobat. Kau toh tak akan bisa meninggalkan ruangan ini dengan selamat…ya..dalam keadaan sehat wal afiat.
Osar: Saya akan mencoba keluar dengan selamat, Samuel Glaspel.
Samuel: Tidak. Itu terlalu berlebihan rasanya. Saya memang membiarkan kau masuk, tapi saya tidak akan membiarkan kau keluar. Kau akan kehilangan kawan yang berguna, Oscar Yakob !
Oscar: Yang Mulia !
Samuel: Begitu ?! Sinting sekali. Saya pikir orang-orang sejenismu membenci saya. Atau barangkali, kau hanya menjilat dengan cara menunjukkan perasaanmu itu ? Boleh. Jilatlah dengan caramu.
Oscar: Tak ada hasrat untuk menjilat Anda.
Samuel: Ah, begitu ? Jadi saya akan menjalani sesuatu tanpa dijilat dahulu ?
Oscar: Perasaan pribadiku tak turut campur apa-apa dalam urusan ini. Aku alat
Samuel: Bukan, bukannya bersuka hati. Saya hanya tergoda ingin tahu, bagaimana kau memainkan pistolmu itu. Nafsu ingin tahu ini begitu meluap-luap barangkali. Keluarkan barang itu, Oscar Yakob. Silahkan !
Oscar: Yang Mulia, ini mendebarkan hati kita berdua.
Samuel: Dan mengharukan, begitu ? Ya.. begitu mengharukan hati. Bagus, bagus Oscar Yakob.
Oscar: (mengeluarkan pistol)
Jauhkan tangan anda dari bel itu. Dengan segala hormat Yang Mulia Samuel Glaspel.
Samuel: Saya tak akan melakukannya. Kau takut mereka akan datang kemari kalau saya menekan bel ini, bukan ? Tidak… Apa saya terlalu tolol mengira kau takut ? Baiklah, baiklah. Kalau tangan ini saya gerakan, kau tentu akan menembak.
Oscar: Ya !
Samuel: Nah, teruskanlah, saya tidak akan melakukannya.
Oscar: Tak akan ada seorang pun di atas bumi ini yang akan bisa menyelamatkan Anda, SAMUEL Glaspel !
Samuel: Demikian juga halnya denganmu, Sobat. Kau toh tak akan bisa meninggalkan ruangan ini dengan selamat…ya..dalam keadaan sehat wal afiat.
Osar: Saya akan mencoba keluar dengan selamat, Samuel Glaspel.
Samuel: Tidak. Itu terlalu berlebihan rasanya. Saya memang membiarkan kau masuk, tapi saya tidak akan membiarkan kau keluar. Kau akan kehilangan kawan yang berguna, Oscar Yakob !
Oscar: Yang Mulia !
Samuel: Begitu ?! Sinting sekali. Saya pikir orang-orang sejenismu membenci saya. Atau barangkali, kau hanya menjilat dengan cara menunjukkan perasaanmu itu ? Boleh. Jilatlah dengan caramu.
Oscar: Tak ada hasrat untuk menjilat Anda.
Samuel: Ah, begitu ? Jadi saya akan menjalani sesuatu tanpa dijilat dahulu ?
Oscar: Perasaan pribadiku tak turut campur apa-apa dalam urusan ini. Aku alat
Tuhan.
Samuel: Lagi-lagi begitu. Apa hubungannya semua ini dengan Tuhan ? O, ya, apa kebetulan kau pandai main catur ?
Oscar: Kenapa anda bertanya begitu ( gelisah, gugup )
Samuel: Sebab kau telah menengahi permainan catur saya itu. Antonio tadi mengancam saya untuk menskak mat dalam lima langkah. Tapi tidak, tidak semudah itu, Oscar Yakob.
Oscar: Saya telah cukup mendengar anda melucu, Samuel Glaspel.
Samuel: Jadi kau tak bisa bermain catur ? baiklah, saya telah berjanji untuk meneruskan permainan itu nanti. Coba saja kita lihat nanti.
Oscar: Tentu saja Yang Mulia berhak mempunyai suatu kehendak.
Samuel: Sudah saya katakan kepadamu, kalau kau telah bosan dengan wawancara ini, terserah padamu untuk mengakhirinya. Apalagi yang kau tunggu ? Kenapa kau jadi lamban ?
Oscar: Apakah Yang Mulia tidak ingin berdoa ?
Samuel: Berdoa ? Siapa yang ingin mendengarkan doa dari orang macam saya ? Tidak ! saya lebih suka bicara.
Oscar: Terserah kepada Yang Mulia.
Samuel: Ya, kita akan bicara sampai terkumpul keberanianmu untuk melaksanakan tugasmu itu.
Oscar: (pemberontak yang gagah)
Tak perlu keberanian untuk menyelesaikan orang macam Anda.
Samuel: (tenang dan yakin)
Orang akan membutuhkan keberanian biar untuk membunuh seekor tikus sekalipun.
Samuel: Glaspel, saya adalah orang yang terpilih !
Samuel: Oo..begitu ? Jadi pilihan jatuh kepadamu. Suatu kehormatan. Suatu keistimewaan. Kau menganggapnya begitu, bukan ? Dan sebagai seorang pemeberontak kau punya cita-cita politik, bukan ?
Oscar: saya tak punya cita-cita politik.
Samuel: Tak punya cita-cita politik ? Oo.. begitu ! dan juga tak ada kebencian perseorangan. Lalu apa ? Coba ceritakan padaku.
Oscar: Saya seorang petani, bapak saya seorang petani, dan kakek saya juga seorang petani. Anda seorang bangsawan, nenek anda seorang bangsawan dan pangeran. Ini adalah masalah penderitaan dan perbudakan melawan sejarah kekejaman dan penindasan. Saya tak akan peduli. Hari ini saya hanya memikirkan hari kemarin dan hari yang akan datang. Tindakan anda selalu sangat kejam dan keras, tak usah diragukan lagi, itu pun saya tak peduli. Saya tak akan menurut campurkan semua itu dalam hal ini. Bahkan penderitaan saya sendiripun tidak saya libatkan. Semuanya tak berarti telah mendorong saya untuk melakukan perbuatan ini. Anda dan saya tak cukup berarti apa-apa. Ini adalah kasta melawan kasta. Saya menggabungkan diri dalam partai revolusioner, betul! Anda menamakan saya agen mereka, ya! Meskipun saya tak tahu cita-cita mereka untuk negara ini. Saya tak mempedulikannya, saya hanya mengerti bahwa gerombolan pada siapa saya bergabung, adalah perjuangan yang mewakili gelora hati saya. Saya menuruti mereka karena saya merasa berhak untuk mendendam darah dan kelahiran saya.
Samuel: Yah..kau orang fanatik.
Oscar: Adalah hukum alam bahwa saya melawan anda.
Samuel: Ahaa…jadi secara alam kau memusuhi saya? sejarah penindasan melawan sejarah penindasan, begitu? Hari ini kau telah melupakan segala-galanya, buka? Duka deritamu yang tak seberapa, dan kekejaman yang juga tak seberapa, kau anggap tak perlu diperdulikan? kau hanya berpendapat, dirimu tak lebih dari tangan dendam satu kasta terhadap kasta lain. Oh..kau digerakkan debu-debu bangkai nenek moyang, bukan? Kau memukul udara dengan gada asap. Kau terjerumus ke dalam kedangkalan dan kepicikan. Apa yang kau kerjakan kini adalah hinaaan yang fanatik terhadap keadilan.
Oscar: Tanganku sudah gatal, Samuel Glaspel! (mengancam)
SAMUEL
Tunggu! (tenang)
Masih ada suatu hal yang ingin saya katakan, sesuatu yang akan kau kenang di antara waktu kau membunuh dan kau dibunuh. Sebenarnya Oscar Yakob adalah saya bukan Kau!
Oscar: Omong kosong apa lagi ini?
Samuel: Kaulah Samuel Glaspel.
Oscar: Gila…Anda gila! (ancaman pistol)
Samuel: Tunggu! Ketika kau masih kanak-kanak, kau punya saudara pungut. Kau biasa berkejaran di ladang, kau biasa tiduran bersamanya, bertengkar memperebutkan boneka barang mainan. Ketika kau berumur tujuh tahun seseorang yang menunggang kuda datang dari bukit utara dan membawa saudara pungutmu itu pergi. Dan apabila kau menangis mencarinya, ayahmu memukulmu. Apakah kau masih ingat semua itu?
Oscar: Ya, saya masih mengingat semua itu dengan baik. (Datar)
Samuel: Ayahmu meninggalkan ibumu pada tahun berikutnya. Tak lama kemudian ibumu meninggal dunia. Ia tak pernah menceritakan perihal saudara pungutmu itu. Kau lalu pergi ke rumah pamanmu dan akhirnya kau di sana magang pada tukang sepatu.
Oscar: Cukup! Anda tak bisa mempesona saya dengan riwayat hidup saya sendiri. Itu tak membuktikan apa-apa. Spion-spion Anda mesti tahu apa saja perihal siapa saya dulu, siapa saya sekarang, bagaimana saya ini dan bagaimana saya itu.
Samuel: Ya.. memang cukup semua itu. Seperti kau katakan tadi, itu tak membuktikan apa-apa. Tapi toh kita berdua bersaudara angkat.
Oscar: Apa buktinya?
Samuel: Ibumu yang baik hati rupanya telah tertarik pada sebuah lelucon yang tak menguntungkan. Ia telah mengirimkan anaknya sendiri agar dibesarkan sebagai anak bangsawan, sedang seorang pangeran yang dititipkan kepadanya untuk melindunginya dari bahaya seorang Jendral Markais telah ia kirim ke Brudenburg, untuk menempuh hidup yang kau..kau sendiri tahu macam bagaimana itu.
Oscar: Beri saya buktinya.
Samuel: Saya tidak akan memberikan ciri atau bukti kepadamu.
Oscar: Aha..apa lagi sekarang? Apa lagi yang akan Anda dongengkan kepada saya?
Samuel: Sayalah anak petani itu dan kaulah bangsawan itu. Saya dan kau adalah anak petani itu. Mengertikah kau sekarang, mengapa saya katakan tugasmu itu adalah tugas yang kegila gilaan?
Oscar: Bohong! Bohong! Apa pula tujuan Anda berbohong?
Samuel: Tidak ada.
Oscar: Apakah Anda mengharapkan saya membuang pistol ini keluar jendela dan memeluk Anda sebagai saudara tua?
Samuel: Saya tak mengharapkan apa-apa. Saya insyaf, saya adalah orang mati yang berbicara dengan orang mati.
Oscar: Bohong! Bohong dari puncak sampai ke dasarnya!
Samuel: Benar 100%, tak ada alasan bagi saya untuk membohongimu. Kau sendiri yang tadi bertanya, bukan? Kenapa kau diberikan kesempatan untuk membunuh saya. Apa yang kau rencanakan sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Samuel Glaspel telah kehilangan keseimbangannya. Saya sesungguhnya ingin bunuh diri. Saya harus mati. Tapi kematian macam apa, saya tidak mengetahuinya. Itulah sebabnya kau datang tidak digeledah. Kaulah yang menjalankan kematian itu.
Oscar: Itu sajakah alasan anda untuk bertemu dengan saya?
samuel: Apakah tidak cukup kuat alasan untuk bertemu dengan memberi kematian itu?
Oscar: Haih..apalagi yang akan Anda ceritakan?
Samuel: Saya hanya minta agar kau segera menyelesaikan tugasmu. Kecuali kau merasa berat untuk membunuh..saudara angkatmu… Oscar Yakob yang sebenarnya….Apabila demikian halnya, pintu masih terbuka bagimu.
Oscar: (tajam)
Manis Sekali, Mengharukan Sekali. Kembali, dan mengatakan pada seluruh teman-temanku bahwa Oscar Yakob telah melepaskan Samuel Glaspel yang bengis itu dari ujung pistolku karena dia telah menceritakan sebuah cerita anak-anak tentang dua orang saudara angkat yang mengharukan? Tidak! ( mengokang pistol )
Samuel: Bunuh saya kalau begitu!
Oscar: (Membidik)
Saya….
Samuel: Tembaklah!
Oscar: Saya tidak bisa. Bagaimanapunjuga ada kemungkinan yang Anda katakan itu benar.
( meletakkan pistol ) Bagaimanapun, saya tak dapat hidup kalau itu dusta dan demi Tuhan, saya akan mati kalau itu benar.
Samuel: Pendeknya, bagaimanapun juga kita berdua harus mati.
Oscar: Ya, demikianlah. Tapi aku tak berani bunuh diri. Harus ada jalan keluar, harus ada jalan lain.
Samuel: Apakah kau cukup berani untuk minum racun ? Ya, bagus..Lihatlah cincin ini. Kalau saya tekan sebuah pernya, begini, nah..ada tepung yang hebat di bawah akiknya. Lihat ! Kemudian kita undi, salah satu dari kita akan minum racun dan seorang lagi menggunakan pistol. Gampang bukan ?
Oscar: Ya, sekarang jadinya saya mengetahui tipu muslihat Anda sebenarnya. Bohong ! Setiap kata anda adalah bohong ! Saya bisa menduga dengan jelas anda memang tukang sulap yang licik seperti setan. Tapi saya tak mau diundi dengan orang sejenis anda.
Samuel: Pakailah caramu kalau begitu. Lihatlah racun ini. Lebih dari cukup untuk kita berdua. Ambillah anggur sendiri dan bagi dua sendiri dalam dua gelas. Satu untukmu, dan satu lagi berikan pada saya. Dan untuk memuaskan hatimu, biarlah saya yang meminumnya terlebih dahulu.
Oscar: Anda akan bersikeras sampai saat terakhir, bukan ? Baiklah, kita lihat saja nanti
( mencampur dan sebagian untuk samuel glaspel )
Samuel: Untuk kematian yang nikmat, Saudara Angkatku ( Minum )
Oscar: Aha…ternyata Anda memang seorang pemberani ( mengangkat gelas dan berhenti )
Bagaimana..bagaimana kalau anda saya tinggalkan sekarang ? Bagaimana ?
Samuel: Para pengawalku telah saya perintahkan untuk menangkapmu begitu kau keluar.
Oscar: Dalam hal ini, untuk penebusan dosa-dosa anda, Saudara Angkatku ( minum )
Samuel: Duduklah !
Oscar: ( duduk tapi tegang )
Apakah kita harus menunggu lama ?
Samuel: Mungkin lima menit. Itu tadi ramuan tidur yang dinamakan sebagai pelupa diri yang sempurna. Saya percaya bahwa ia bekerja tanpa mendatangkan kesakitan. Saya telah diberi tahu, nanti kita akan menjadi mati perasaan dan indera kita. Apakah kau merasa ngantuk ?
Oscar: Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( menatap tajam )
Samuel: Angkatlah tanganmu.
Oscar: Rasanya sangat berat. Apa anda takut mati, Yang Mulia ?
Samuel: Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( menatap tajam )
Oscar: Sa…saya juga tidak.
Samuel: Sekarang gerakan kakumu.
Oscar: Tak bisa. Aneh…saya merasa….perasaan saya mati.
Samuel: Demikian juga saya, Sobat. Dapatkah kau bangkit dari kursimu ?
Oscar: ( pelan ) Sa...ya...tidak bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa bergerak kalau saya berusaha keras … tetapi saya telah kehilangan kemauan saya …..sssa…ya … merasa sakit, hanya kepala berdenging denging.
Samuel: Be…gitukah ? Apakah kau masih mendengar suara saya dengan baik ?
Oscar: Ya …saya masih medengar.
Samuel: Hmmm… he….ehe..he….( tertawa panjang dan sinis )
Oscar: Katakan demi dosa-dosa Anda, apakah yang Anda ceritakan tadi benar ? Dan benarkah bahwa Samuel Glaspel itu saya sendiri ?
Ssmuel: Demi dosa saya he…he…he ?
Oscar: Apabila semua itu benar, saya mohon anda bisa memaafkan saya.
Samuel: Tak ada yang harus dimaafkan.
Oscar: ( terasa mendekati ajalnya ) Terima kasih
Samuel: Demi penebusan dosaku, Oskar Yakob, apa yang telah aku ceritakan tadi adalah dusta belaka
( bertatapan ) Aku telah berdusta padamu. Aku bukanlah saudara angkatmu. Engkaulah Oscar Yakob dan aku adalah Samuel Glaspel. Aku telah berdusta padamu.
Oscar: ( berusaha untuk berdiri mengambilkan pistol, tapi keburu direbut samuel glaspel, akhirnya lemas )
Samuel: ( Berdiri Di Depannya )
Nah, sekarang kau masih bicara, bukan ?
Oscar: Kau Iblis ! Kau pembohong ! Setidak tidaknya kau tak bisa lolos dariku. Aku tak perlu lagi menghantammu.
Samuel: Tertawa Panjang
Oscar: Baiklah ejeklah aku ! Aku toh tak dapat menghindarinya.
Samuel: Aku tak akan mati Oscar Yakob ( sinis )
Oscar: Teapi kau juga minum racun, bukan ? Aku melihatnya. Kau akan mampus Samuel Glaspel !
Samuel: Ya, kita berdua minum. Matamu tak pernah lepas dariku. Dan kau belum mau minum sebelum aku menghabiskan minumanku sampai tetes terakhir. Bukankah begitu ?
Oscar: Aku melihat kau minum apa yang kau minum.
Samuel: Begitulah. Ini adalah tipu muslihat Timur. Kalau kau mau tahu, seseorang dalam keadaan terus menerus takut akan diracuni, lama kelamaan, sedikit demi sedikit akan tumbuh kekuatan di dalam dirinya untuk melawan racun yang bagi orang lain menimbulkan kematian. Demikian juga aku. Kebiasaan berhati-hati yang sangat fantastis, sudah menjadi kebiasaanku berhubung jabatanku ini. Setiap saat aku selalu berhati-hati dan bersiap-siap terhadap racun. Kebiasan yang bertahun-tahun itu mendatangkan kekuatan dalam tubuhku. Kau masih mendengar suaraku, bukan ? Inilah gunanya mengetahu pengetahuan Timur. Aku bisa menyombongkan diri padamu bahwa aku bisa menghabiskan dua-tiga gelas lagi tanpa mengalami gangguan apa-apa. Tetapi satu gelas saja sudah dapat membunuhmu ( Oscar Yakob Berusaha Untuk Menerkam Tapi Jatuh Berpegangan Kursi ) Tak ada faedahnya, Oscar Yakob. Aku menasehatkan padamu supaya berpegang erat-erat pada kursi itu.
Oscar: ( terengah engah suaranya meninggi tapi tersedat )
Kenapa…kenapa kau berbuat begitu padaku Samuel Glaspel ?
Samuel: Demi sorga. Saya punya hukum alam dan kau punya hukum alam, bukan ? Kau teroris, kau anarkis, kau juga jagal darah saudara lelakimu ; berjaga di jalanan kota dan mencabut nyawa kerabat dan sahabat-sahabatku…pembela kestabilan negara, pembela kekuatan pemerintah… apakah ini bukan apa-apa ? Apakah tidak ada lagi tuntutan fantastis ? Nah..Tuhan menyerahkan dirimu ke tanganku. Aku alat Tuhan dan bukan Kau, Oscar Yakob. Masihkah kau mendengar aku ?
Oscar: ( berat )
Yaa…
Samuel: Bagus…bagus satu hal lagi, kenapa aku mau mempertaruhkan nyawa untuk mengambil nyawamu. Kau ingin tahu bukan ? Kenapa aku membiarkan saja kau masuk dengan bebas ke kamar ini ? Kau ingin tahu juga kalau kau masih punya tenaga ? ( tertawa ) Sebab ialah karena orang telah mulai mengira bahwa Samuel Glaspel sudah tidak seperti biasanya. Dan aku pun sudah mulai sangsi dengan kecerdikanku sendiri. Maka dari itu, aku ingin menguji diriku sendiri, aku harus melemparkan diriku sendiri ke tengah pusara. Aku harus berhadapan dengan moncong pistolmu itu. Aku seterusnya harus menggencet hidupku dengan hidupmu dalam sebuah perjuangan mati-matian, di mana aku tak punya senjata dan tak mungkin mendapat pertolongan dari siapapun, kecuali ini
( menunjuk ke otaknya )
Oscar: Kau Iblis, bangsat. Kau keparat ( menyerang dan jatuh ke lantai )
Samuel: Begitu…begitu…sudah tamat, bukan ? Baiklah..baiklah.
( mengambil alas untuk menutupi tubuh oscar yakob dan minum, kemudian membunyikan bel dan mulai menekuni lagi papan catur itu )
Verka: masuk
Verka: Apakah Yang Mulia memanggil saya ?
Samuel: Panggil Antonio ! Permainan catur akan segera dilanjutkan.
Verka: Segera, Yang Mulia ( keluar )
Samuel: Begitu menterinya, kemudian pionnya, tidak. Ya…ya..aku tahu sekarang. Aku dapat akal. Demi sekian penghuni, tidak bisa jalan lagi.
Antonio: ( masuk dengan kagum )
Yang Mulia….Yang Mulia telah menghakimi sendiri orang ini sendiri ?
Samuel: Antonio…permainan caturnya kita lanjutkan. Kau lihat langkahku untuk menghindari skak matmu itu. Begini !
Antonio: ( kagum )
Samuel: Lagi-lagi begitu. Apa hubungannya semua ini dengan Tuhan ? O, ya, apa kebetulan kau pandai main catur ?
Oscar: Kenapa anda bertanya begitu ( gelisah, gugup )
Samuel: Sebab kau telah menengahi permainan catur saya itu. Antonio tadi mengancam saya untuk menskak mat dalam lima langkah. Tapi tidak, tidak semudah itu, Oscar Yakob.
Oscar: Saya telah cukup mendengar anda melucu, Samuel Glaspel.
Samuel: Jadi kau tak bisa bermain catur ? baiklah, saya telah berjanji untuk meneruskan permainan itu nanti. Coba saja kita lihat nanti.
Oscar: Tentu saja Yang Mulia berhak mempunyai suatu kehendak.
Samuel: Sudah saya katakan kepadamu, kalau kau telah bosan dengan wawancara ini, terserah padamu untuk mengakhirinya. Apalagi yang kau tunggu ? Kenapa kau jadi lamban ?
Oscar: Apakah Yang Mulia tidak ingin berdoa ?
Samuel: Berdoa ? Siapa yang ingin mendengarkan doa dari orang macam saya ? Tidak ! saya lebih suka bicara.
Oscar: Terserah kepada Yang Mulia.
Samuel: Ya, kita akan bicara sampai terkumpul keberanianmu untuk melaksanakan tugasmu itu.
Oscar: (pemberontak yang gagah)
Tak perlu keberanian untuk menyelesaikan orang macam Anda.
Samuel: (tenang dan yakin)
Orang akan membutuhkan keberanian biar untuk membunuh seekor tikus sekalipun.
Samuel: Glaspel, saya adalah orang yang terpilih !
Samuel: Oo..begitu ? Jadi pilihan jatuh kepadamu. Suatu kehormatan. Suatu keistimewaan. Kau menganggapnya begitu, bukan ? Dan sebagai seorang pemeberontak kau punya cita-cita politik, bukan ?
Oscar: saya tak punya cita-cita politik.
Samuel: Tak punya cita-cita politik ? Oo.. begitu ! dan juga tak ada kebencian perseorangan. Lalu apa ? Coba ceritakan padaku.
Oscar: Saya seorang petani, bapak saya seorang petani, dan kakek saya juga seorang petani. Anda seorang bangsawan, nenek anda seorang bangsawan dan pangeran. Ini adalah masalah penderitaan dan perbudakan melawan sejarah kekejaman dan penindasan. Saya tak akan peduli. Hari ini saya hanya memikirkan hari kemarin dan hari yang akan datang. Tindakan anda selalu sangat kejam dan keras, tak usah diragukan lagi, itu pun saya tak peduli. Saya tak akan menurut campurkan semua itu dalam hal ini. Bahkan penderitaan saya sendiripun tidak saya libatkan. Semuanya tak berarti telah mendorong saya untuk melakukan perbuatan ini. Anda dan saya tak cukup berarti apa-apa. Ini adalah kasta melawan kasta. Saya menggabungkan diri dalam partai revolusioner, betul! Anda menamakan saya agen mereka, ya! Meskipun saya tak tahu cita-cita mereka untuk negara ini. Saya tak mempedulikannya, saya hanya mengerti bahwa gerombolan pada siapa saya bergabung, adalah perjuangan yang mewakili gelora hati saya. Saya menuruti mereka karena saya merasa berhak untuk mendendam darah dan kelahiran saya.
Samuel: Yah..kau orang fanatik.
Oscar: Adalah hukum alam bahwa saya melawan anda.
Samuel: Ahaa…jadi secara alam kau memusuhi saya? sejarah penindasan melawan sejarah penindasan, begitu? Hari ini kau telah melupakan segala-galanya, buka? Duka deritamu yang tak seberapa, dan kekejaman yang juga tak seberapa, kau anggap tak perlu diperdulikan? kau hanya berpendapat, dirimu tak lebih dari tangan dendam satu kasta terhadap kasta lain. Oh..kau digerakkan debu-debu bangkai nenek moyang, bukan? Kau memukul udara dengan gada asap. Kau terjerumus ke dalam kedangkalan dan kepicikan. Apa yang kau kerjakan kini adalah hinaaan yang fanatik terhadap keadilan.
Oscar: Tanganku sudah gatal, Samuel Glaspel! (mengancam)
SAMUEL
Tunggu! (tenang)
Masih ada suatu hal yang ingin saya katakan, sesuatu yang akan kau kenang di antara waktu kau membunuh dan kau dibunuh. Sebenarnya Oscar Yakob adalah saya bukan Kau!
Oscar: Omong kosong apa lagi ini?
Samuel: Kaulah Samuel Glaspel.
Oscar: Gila…Anda gila! (ancaman pistol)
Samuel: Tunggu! Ketika kau masih kanak-kanak, kau punya saudara pungut. Kau biasa berkejaran di ladang, kau biasa tiduran bersamanya, bertengkar memperebutkan boneka barang mainan. Ketika kau berumur tujuh tahun seseorang yang menunggang kuda datang dari bukit utara dan membawa saudara pungutmu itu pergi. Dan apabila kau menangis mencarinya, ayahmu memukulmu. Apakah kau masih ingat semua itu?
Oscar: Ya, saya masih mengingat semua itu dengan baik. (Datar)
Samuel: Ayahmu meninggalkan ibumu pada tahun berikutnya. Tak lama kemudian ibumu meninggal dunia. Ia tak pernah menceritakan perihal saudara pungutmu itu. Kau lalu pergi ke rumah pamanmu dan akhirnya kau di sana magang pada tukang sepatu.
Oscar: Cukup! Anda tak bisa mempesona saya dengan riwayat hidup saya sendiri. Itu tak membuktikan apa-apa. Spion-spion Anda mesti tahu apa saja perihal siapa saya dulu, siapa saya sekarang, bagaimana saya ini dan bagaimana saya itu.
Samuel: Ya.. memang cukup semua itu. Seperti kau katakan tadi, itu tak membuktikan apa-apa. Tapi toh kita berdua bersaudara angkat.
Oscar: Apa buktinya?
Samuel: Ibumu yang baik hati rupanya telah tertarik pada sebuah lelucon yang tak menguntungkan. Ia telah mengirimkan anaknya sendiri agar dibesarkan sebagai anak bangsawan, sedang seorang pangeran yang dititipkan kepadanya untuk melindunginya dari bahaya seorang Jendral Markais telah ia kirim ke Brudenburg, untuk menempuh hidup yang kau..kau sendiri tahu macam bagaimana itu.
Oscar: Beri saya buktinya.
Samuel: Saya tidak akan memberikan ciri atau bukti kepadamu.
Oscar: Aha..apa lagi sekarang? Apa lagi yang akan Anda dongengkan kepada saya?
Samuel: Sayalah anak petani itu dan kaulah bangsawan itu. Saya dan kau adalah anak petani itu. Mengertikah kau sekarang, mengapa saya katakan tugasmu itu adalah tugas yang kegila gilaan?
Oscar: Bohong! Bohong! Apa pula tujuan Anda berbohong?
Samuel: Tidak ada.
Oscar: Apakah Anda mengharapkan saya membuang pistol ini keluar jendela dan memeluk Anda sebagai saudara tua?
Samuel: Saya tak mengharapkan apa-apa. Saya insyaf, saya adalah orang mati yang berbicara dengan orang mati.
Oscar: Bohong! Bohong dari puncak sampai ke dasarnya!
Samuel: Benar 100%, tak ada alasan bagi saya untuk membohongimu. Kau sendiri yang tadi bertanya, bukan? Kenapa kau diberikan kesempatan untuk membunuh saya. Apa yang kau rencanakan sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Samuel Glaspel telah kehilangan keseimbangannya. Saya sesungguhnya ingin bunuh diri. Saya harus mati. Tapi kematian macam apa, saya tidak mengetahuinya. Itulah sebabnya kau datang tidak digeledah. Kaulah yang menjalankan kematian itu.
Oscar: Itu sajakah alasan anda untuk bertemu dengan saya?
samuel: Apakah tidak cukup kuat alasan untuk bertemu dengan memberi kematian itu?
Oscar: Haih..apalagi yang akan Anda ceritakan?
Samuel: Saya hanya minta agar kau segera menyelesaikan tugasmu. Kecuali kau merasa berat untuk membunuh..saudara angkatmu… Oscar Yakob yang sebenarnya….Apabila demikian halnya, pintu masih terbuka bagimu.
Oscar: (tajam)
Manis Sekali, Mengharukan Sekali. Kembali, dan mengatakan pada seluruh teman-temanku bahwa Oscar Yakob telah melepaskan Samuel Glaspel yang bengis itu dari ujung pistolku karena dia telah menceritakan sebuah cerita anak-anak tentang dua orang saudara angkat yang mengharukan? Tidak! ( mengokang pistol )
Samuel: Bunuh saya kalau begitu!
Oscar: (Membidik)
Saya….
Samuel: Tembaklah!
Oscar: Saya tidak bisa. Bagaimanapunjuga ada kemungkinan yang Anda katakan itu benar.
( meletakkan pistol ) Bagaimanapun, saya tak dapat hidup kalau itu dusta dan demi Tuhan, saya akan mati kalau itu benar.
Samuel: Pendeknya, bagaimanapun juga kita berdua harus mati.
Oscar: Ya, demikianlah. Tapi aku tak berani bunuh diri. Harus ada jalan keluar, harus ada jalan lain.
Samuel: Apakah kau cukup berani untuk minum racun ? Ya, bagus..Lihatlah cincin ini. Kalau saya tekan sebuah pernya, begini, nah..ada tepung yang hebat di bawah akiknya. Lihat ! Kemudian kita undi, salah satu dari kita akan minum racun dan seorang lagi menggunakan pistol. Gampang bukan ?
Oscar: Ya, sekarang jadinya saya mengetahui tipu muslihat Anda sebenarnya. Bohong ! Setiap kata anda adalah bohong ! Saya bisa menduga dengan jelas anda memang tukang sulap yang licik seperti setan. Tapi saya tak mau diundi dengan orang sejenis anda.
Samuel: Pakailah caramu kalau begitu. Lihatlah racun ini. Lebih dari cukup untuk kita berdua. Ambillah anggur sendiri dan bagi dua sendiri dalam dua gelas. Satu untukmu, dan satu lagi berikan pada saya. Dan untuk memuaskan hatimu, biarlah saya yang meminumnya terlebih dahulu.
Oscar: Anda akan bersikeras sampai saat terakhir, bukan ? Baiklah, kita lihat saja nanti
( mencampur dan sebagian untuk samuel glaspel )
Samuel: Untuk kematian yang nikmat, Saudara Angkatku ( Minum )
Oscar: Aha…ternyata Anda memang seorang pemberani ( mengangkat gelas dan berhenti )
Bagaimana..bagaimana kalau anda saya tinggalkan sekarang ? Bagaimana ?
Samuel: Para pengawalku telah saya perintahkan untuk menangkapmu begitu kau keluar.
Oscar: Dalam hal ini, untuk penebusan dosa-dosa anda, Saudara Angkatku ( minum )
Samuel: Duduklah !
Oscar: ( duduk tapi tegang )
Apakah kita harus menunggu lama ?
Samuel: Mungkin lima menit. Itu tadi ramuan tidur yang dinamakan sebagai pelupa diri yang sempurna. Saya percaya bahwa ia bekerja tanpa mendatangkan kesakitan. Saya telah diberi tahu, nanti kita akan menjadi mati perasaan dan indera kita. Apakah kau merasa ngantuk ?
Oscar: Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( menatap tajam )
Samuel: Angkatlah tanganmu.
Oscar: Rasanya sangat berat. Apa anda takut mati, Yang Mulia ?
Samuel: Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( menatap tajam )
Oscar: Sa…saya juga tidak.
Samuel: Sekarang gerakan kakumu.
Oscar: Tak bisa. Aneh…saya merasa….perasaan saya mati.
Samuel: Demikian juga saya, Sobat. Dapatkah kau bangkit dari kursimu ?
Oscar: ( pelan ) Sa...ya...tidak bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa bergerak kalau saya berusaha keras … tetapi saya telah kehilangan kemauan saya …..sssa…ya … merasa sakit, hanya kepala berdenging denging.
Samuel: Be…gitukah ? Apakah kau masih mendengar suara saya dengan baik ?
Oscar: Ya …saya masih medengar.
Samuel: Hmmm… he….ehe..he….( tertawa panjang dan sinis )
Oscar: Katakan demi dosa-dosa Anda, apakah yang Anda ceritakan tadi benar ? Dan benarkah bahwa Samuel Glaspel itu saya sendiri ?
Ssmuel: Demi dosa saya he…he…he ?
Oscar: Apabila semua itu benar, saya mohon anda bisa memaafkan saya.
Samuel: Tak ada yang harus dimaafkan.
Oscar: ( terasa mendekati ajalnya ) Terima kasih
Samuel: Demi penebusan dosaku, Oskar Yakob, apa yang telah aku ceritakan tadi adalah dusta belaka
( bertatapan ) Aku telah berdusta padamu. Aku bukanlah saudara angkatmu. Engkaulah Oscar Yakob dan aku adalah Samuel Glaspel. Aku telah berdusta padamu.
Oscar: ( berusaha untuk berdiri mengambilkan pistol, tapi keburu direbut samuel glaspel, akhirnya lemas )
Samuel: ( Berdiri Di Depannya )
Nah, sekarang kau masih bicara, bukan ?
Oscar: Kau Iblis ! Kau pembohong ! Setidak tidaknya kau tak bisa lolos dariku. Aku tak perlu lagi menghantammu.
Samuel: Tertawa Panjang
Oscar: Baiklah ejeklah aku ! Aku toh tak dapat menghindarinya.
Samuel: Aku tak akan mati Oscar Yakob ( sinis )
Oscar: Teapi kau juga minum racun, bukan ? Aku melihatnya. Kau akan mampus Samuel Glaspel !
Samuel: Ya, kita berdua minum. Matamu tak pernah lepas dariku. Dan kau belum mau minum sebelum aku menghabiskan minumanku sampai tetes terakhir. Bukankah begitu ?
Oscar: Aku melihat kau minum apa yang kau minum.
Samuel: Begitulah. Ini adalah tipu muslihat Timur. Kalau kau mau tahu, seseorang dalam keadaan terus menerus takut akan diracuni, lama kelamaan, sedikit demi sedikit akan tumbuh kekuatan di dalam dirinya untuk melawan racun yang bagi orang lain menimbulkan kematian. Demikian juga aku. Kebiasaan berhati-hati yang sangat fantastis, sudah menjadi kebiasaanku berhubung jabatanku ini. Setiap saat aku selalu berhati-hati dan bersiap-siap terhadap racun. Kebiasan yang bertahun-tahun itu mendatangkan kekuatan dalam tubuhku. Kau masih mendengar suaraku, bukan ? Inilah gunanya mengetahu pengetahuan Timur. Aku bisa menyombongkan diri padamu bahwa aku bisa menghabiskan dua-tiga gelas lagi tanpa mengalami gangguan apa-apa. Tetapi satu gelas saja sudah dapat membunuhmu ( Oscar Yakob Berusaha Untuk Menerkam Tapi Jatuh Berpegangan Kursi ) Tak ada faedahnya, Oscar Yakob. Aku menasehatkan padamu supaya berpegang erat-erat pada kursi itu.
Oscar: ( terengah engah suaranya meninggi tapi tersedat )
Kenapa…kenapa kau berbuat begitu padaku Samuel Glaspel ?
Samuel: Demi sorga. Saya punya hukum alam dan kau punya hukum alam, bukan ? Kau teroris, kau anarkis, kau juga jagal darah saudara lelakimu ; berjaga di jalanan kota dan mencabut nyawa kerabat dan sahabat-sahabatku…pembela kestabilan negara, pembela kekuatan pemerintah… apakah ini bukan apa-apa ? Apakah tidak ada lagi tuntutan fantastis ? Nah..Tuhan menyerahkan dirimu ke tanganku. Aku alat Tuhan dan bukan Kau, Oscar Yakob. Masihkah kau mendengar aku ?
Oscar: ( berat )
Yaa…
Samuel: Bagus…bagus satu hal lagi, kenapa aku mau mempertaruhkan nyawa untuk mengambil nyawamu. Kau ingin tahu bukan ? Kenapa aku membiarkan saja kau masuk dengan bebas ke kamar ini ? Kau ingin tahu juga kalau kau masih punya tenaga ? ( tertawa ) Sebab ialah karena orang telah mulai mengira bahwa Samuel Glaspel sudah tidak seperti biasanya. Dan aku pun sudah mulai sangsi dengan kecerdikanku sendiri. Maka dari itu, aku ingin menguji diriku sendiri, aku harus melemparkan diriku sendiri ke tengah pusara. Aku harus berhadapan dengan moncong pistolmu itu. Aku seterusnya harus menggencet hidupku dengan hidupmu dalam sebuah perjuangan mati-matian, di mana aku tak punya senjata dan tak mungkin mendapat pertolongan dari siapapun, kecuali ini
( menunjuk ke otaknya )
Oscar: Kau Iblis, bangsat. Kau keparat ( menyerang dan jatuh ke lantai )
Samuel: Begitu…begitu…sudah tamat, bukan ? Baiklah..baiklah.
( mengambil alas untuk menutupi tubuh oscar yakob dan minum, kemudian membunyikan bel dan mulai menekuni lagi papan catur itu )
Verka: masuk
Verka: Apakah Yang Mulia memanggil saya ?
Samuel: Panggil Antonio ! Permainan catur akan segera dilanjutkan.
Verka: Segera, Yang Mulia ( keluar )
Samuel: Begitu menterinya, kemudian pionnya, tidak. Ya…ya..aku tahu sekarang. Aku dapat akal. Demi sekian penghuni, tidak bisa jalan lagi.
Antonio: ( masuk dengan kagum )
Yang Mulia….Yang Mulia telah menghakimi sendiri orang ini sendiri ?
Samuel: Antonio…permainan caturnya kita lanjutkan. Kau lihat langkahku untuk menghindari skak matmu itu. Begini !
Antonio: ( kagum )
Jumat, 03 Juni 2016
PUISI "SEPERTI APA?" Karya Novianty Ambarita
Seperti
apa?
Oleh: Novianty Ambarita
Dedaunan hijau terlepas dari pohon
Yang rindang…
Berjatuhan di tanah yang kering
Terhempas angin yang begitu dahsyat!
Dan akhirnya?
Berubah menjadi coklat hilang tak berbekas
Menghilang
sepertimu…
Seperti
kenanganmu…
Yang datang hanya sebentar
Yang singgah tapi tak lama
Dan pergi namun tak pernah kembali
Sabtu, 21 Mei 2016
Struktur Analisi Cerpen "Robohnya Surau Kami" Karya AA Navis
ANALISIS STRUKTUR DALAM CERPEN “Robohnya Surau Kami”
KARYA AA Navis
A.
Deskripsi
Data
Minangkabau sudah sejak
lama dikenal sebagai daerah yang banyak melahirkan sastrawan ternama yang
diperhitungkan dalam dunia sastra Indonesia. Kenyataan ini didukung oleh keikutsertaaan
sastrawan yang berasal dari Minangkabau dalam perkembangan sastra moderen
Indonesia. Nama-nama seperti AA Navis, Marah Rusli, Hamka, Nur Sutan Iskandar
dan yang lainnya.
a.
Biografi
Tokoh
1.
Ali
Akbar Navis
Penulis lahir di
Padang,17 November 1924. Istri bernama Aksari Yasin. Anak bernama Dini Akbari,
Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto amanda dan Rika Anggraini. AA
Navis adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia. Karyanya
yang paling fenomenal adalah cerita pendek “Robohnya Surau Kami” yang ia tulis
pada 1955. Navis dijuluki sebagai sang pencemooh karena tulisannya yang
mengandung kritik ceplas-ceplos dan apa adanya.
b. Sinopsis
Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya AA Navis
Cerpen karya AA Navis
mengisahkan seorang kakek yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri
dengan pisau yang diasahnya dengan tajam. Di
karenakan kakek mendengar cerita bualan seseorang yang dikenalnya.
Sehingga si kakek merasa sakit hati lalu bunuh diri. Di suatu tempat ada sebuah
surau tua yang nyaris ambruk hanya karena seseorang yang datang kesana dengan
keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini
masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Namanya disebut
Garin.
Meskipun orang ini
dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling penting yang bisa
membuatnya bertahan hidup. Yaitu, dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau.
Dari pekerjaan ini lah dia mengais rezeki seperti uang, makanan, rokok, dan
kue-kue.
Suatu ketika datanglah
Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau. Lalu, keduanya terlibat
berbincangan yang mengasyikkan. Akan tetapi, sepulangnya Aji Sidi, si kakek
langsung murung, sedih dan kesal. Kerena dia merasakan apa yang diceritakan Ajo
Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk si kakek.
Dia memang tidak pernah
mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri
sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya hanya
untuk Tuhannya. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, dan berdoa kepada Tuhannya.
Apakah semua ini yang dikerjakannya semuannya salah dan dibenci Tuhan? Atau
sama sperti Haji Saleh yang dimata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia
lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu
memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan
hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan
cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
b.
Analisis
Data
1. Cerpen “Robohnya Surau
Kami” Karya AA Navis
a.
Struktur
Cerpen
1)
Alur
Untuk menemukan struktur alur yang
digunakan oleh pengarang di dalam cerpen ini, peneliti berusaha melihat
rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam cerpen. Rangkaian peristiwa terebut
adalah sebagai berikut.
1.
Keberadaan seorang
kakek yang menjadi Garin disebuah surau tua beberapa tahun yang lalu.
2.
Tapi kakek ini sudah
tidak ada lagi sekarang, ia sudah meninggal.
3.
Dan tinggalah surau itu
tanpa penjaganya.
4.
Hingga anak-anak
menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai
mereka.
5.
Jika Tuan datang
sekarang akan menjumpai gambaran yang mengesankan.
6.
Suatu kesucian yang
bakal roboh, dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya.
7.
Secepat anak-anak
berlari didalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya.
8.
Terutama sifat masa
bodoh manuusia sekarang.
9.
Dan keladi dari sebuah
kerobohan ini adalah sebuah dongengan yang tidak dapat disangkal kebenarannya.
10.
Sekali hari aku datang
pula mengupah kakek, karena aku suka memberinya uang.
10.1
Tapi sekali ini kakek
begitu muram, seolah-olah ada yang disermbunyikan
kakek dari ku
10.2
aku membranikan diri
untuk menyakan penyebab kenapa kakek seperti ini
10.3
kakek tak menyahut
11.
maka aku ingat Aji
Sidi, si pembual itu
12.
sudah lama aku tak
ketemu dia, dan aku ingin ketemu dia lagi
13.
tiba-tiba aku ingat
lagi pada kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya.
14.
Apakah Ajo Sidi telah
membuat bualan tentang kakek? Dan itukah yang mendurjankan kakek? “ apa
ceritanya kek?”
15.
Mudahan pisau cukur
ini, yang kuasah tajam-tajam menggoroh tenggorokannya
16.
Kakek pun marah
17.
Ia tak mengatakan aku
terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya
18.
Dan aku melihat mata
kakek berlinang
19.
Kekek bercerita kembali
20.1 pada sewaktu-waktu, “ kata Aji Sidi memulai, diakhirat Allah akan
memeriksa orang-orang sudah berpulang
20.2 para malaikat bertugas disampingnya
20.3 diantara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia dinamai Haji
Saleh
20.4
haji saleh itu tersenyum saja, karena
ia sudah begitu yakin masuk surga
20.5 dan tuhan pun memeriksa segala sifat-Nya
21.6 lalu tuhan mengajukan pertanyaan pertama
21.7 Engkau?
21.8 Aku Saleh, tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.
21.9 Aku tidak tanya nama. Nama bagiku tak perlu, nama hanya membuat
engkau di dunia
21.9 Setiap hari aku menyembah Engkau, setiapa masa aku menyebut
namam-Mu
21.10 Sudah kuceritakan semua ya Tuhan ku.
21.11 Masuk lah kamu ke neraka disana tempat mu
21.12 Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia dibawa keneraka
21.22 karena Tuhan tidak suka hanya akhirat yang di tekuninya tapi dunia
tidak!
21.23 demikian cerita Ajo Sidi yang ku dengar dari kakek
21.24 Dan besoknya, ketika aku mau turun pagi-pagi, istri ku berkata apa
aku tak pergi menjenguk.
21.25 ya tadi Subuh kakek kedapatan mati disuraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.
2)
Penokohan
a.
Tokoh
Aku
Tokoh
yang begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah
si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau.
Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang
lain.
“tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan
kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Aji Sidi tidak membuat bualan tentang
Kakek? Dan bualan itu yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya
pada Kakek lagi, apa ceritanya kek?”
b. Si
kakek
Tokoh
yang menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkaan sebagai
orang yang mudaha dipengaruhi dan gampaang mempercayai omongan orang. Pendek
akal dan pikirannya, terlalu mementingkan diri sendiri.
Kakek
mudah termakan cerita Ajo Sidi, padahal yang namanya cerita tidak perlu di
tanggapi dengan serius. Seandainya si Kakek panjang akal dan pikirannya serta
kuat imannya tidak mungkin lah dia termakan dengan omongan Ajo Sidi, dan segera
bertobat sehingga si Kakek bisa membenahi diri kearah yang lebih baik lagi.
Bukti
si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri melaluli ucapannya :
“sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku
ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain tahu?
Tak terpikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala
kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah SWT”.
c. Ajo
Sidi
Tokoh
yang sangat istimewa. Tokoh ini desebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini
muncul melalui tokoh Aku. Menurut si tokoh Aku, ajo sidi disebutkan dengan
tokoh bual yang hebat karena siapapun yang mendengarnya pasti terpikat.
Bukti:
“maka aku ingat Ajo Sidi,si pembual itu.
Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang
mendengar bualannya. Bisa mengikat bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari.
Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaanya.
d. Haji
Saleh
Pemunculan
sengaja dengan menyidir dan mengejek orang lain. Dengan wataknya yang sudah
dipersiapkan.
3)
Latar
Keberadaan
sebuah dunia yang dibangun oleh si pengarang. Latar menyangkut dimana peristiwa
tersebut berlangsung. Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a. Latar
tempat
Latar
tempat dalam cerita ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat
pasar, di surau, dan sebagainya:
“kalau
beberapa tahun yang lalu Tuan datang kekota kelahirankumdengaan menumpang bis,
Tuhan akan berhenti didekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke
barat.
b. Latar
waktu
“pada
sewaktu-waaktu” kaata Ajo Sidi memulai, “ di akhirat Allah akan memeriksa orang-orang yang sudah berpulang.
4)
tema
merupakan pokok
permasalah dalam sebuah cerita dan ajaran moral atau pesan yang ingin
disaampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Tema persoalan cerpen Robohnya
Surau Kami terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan
Ajo Sidi. Dibuktikan pada kutiapan
“tidak, kesalahan engkau, karena
engkau terlalu mementingkan dirimu sendiori. Kaau taakut masuk neraaka, karena
itu kau taat bersembahyang. Taapi engaku melupakan kaum mu sendiri, melupakan
kehiduapan anak istrimu sendiri, sehingga mereka kucar-kacir selamanya. Inilah
kesalahan mu yang terbesar, terlalu egois, padahal engkau di dunia berkaum,
bersaudara semuanya, tapi engaku tidakl memperdulikan mereka sedikit pun
Jadi dari kesimpulan fakta-fakta
diatas maka tema cerpen ini adalah “seorang kepala keluarga yang lalai
menghidupi keluarganya.”
5)
Amanat
a. jangan
cepat marah kalau ada orang yang mengejek. Amanat dibuktikan dengan kutipan:
“marah?
Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang itu menahan ragam. Sudah
lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadah
ku rusak karenanya.
b. Jangan
cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan. Dibuktikan pada:
“alangkah
tercengangnya Haji Saleh, karena dineraka itu banyak teman-temannya di dunia
terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan tambah tak mengerti lagi dengan
keadaan dirinya.
c. Jangan
menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, dibuktikan pada kutiapan:
“kenapaa
engkau membiarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, serta
harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan
engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras.
Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadah
saja tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang.
Cerpen Robohnya Surau Kami karya AA
Navis
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.
Sebagai penajag surau, Kakek tidak mendapat apa-apa.Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan.Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang.Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasihdan sedikit senyum.
Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang.Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya.Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi.
Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya.Beginilah kisahnya.
Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek.Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang.Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu.Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek, "Pisau siapa, Kek?"
"Ajo Sidi."
"Ajo Sidi?"
Kakek tak menyahut.Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu.Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi.Aku senang mendengar bualannya.Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya.Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya. Ketika sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi kepadanya.Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek?Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek?Aku ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi. "Apa ceritanya, Kek?"
"Siapa?"
"Ajo Sidi."
"Kurang ajar dia," Kakek menjawab.
"Kenapa?"
"Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya."
"Kakek marah?"
"Marah?Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua.Orang tua menahan ragam.Sudah lama aku tak marah-marah lagi.Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya.Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan.Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya.Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal."
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi Kakek, "Bagaimana katanya, Kek?"
Tapi Kakek diam saja.Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, "Kau kenal padaku, bukan? Sedari kau kecil aku sudah disini.Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah perbuatanku?Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?"
Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi.Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi.Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.
"Sedari muda aku di sini, bukan?Tak kuingat punya isteri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu?Tak kupikirkan hidupku sendiri.Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah.Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya.Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.Umpan neraka.Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu?Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya?Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan penyayang kepada umatnya yang tawakal.Aku bangun pagi-pagi.Aku bersuci.Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya.Aku sembahyang setiap waktu.Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya.Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya.Astagfirullah kataku bila aku terkejut.Masya Allah kataku bila aku kagum.Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk."
Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, "Ia katakan Kakek begitu, Kek?"
"Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya."
Dan aku melihat mata Kakek berlinang.Aku jadi belas kepadanya.Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek.Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya.Dan akhirnya Kakek bercerita lagi.
"Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang.Para malaikat bertugas di samping-Nya.Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia.Begitu banyak orang yang diperiksa.Maklumlah dimana-mana ada perang.Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk.Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’. Bagai tak habis-habisnya orang yang berantri begitu panjangnya.Susut di muka, bertambah yang di belakang.Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.
Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.
‘Engkau?’
‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’
‘Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu.Nama hanya buat engkau di dunia.’
‘Ya, Tuhanku.’
‘apa kerjamu di dunia?’
‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’
‘Lain?’
‘Setiap hari, setiap malam.Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’
‘Lain.’
‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu.Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga.Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’
‘Lain?’
Haji Saleh tak dapat menjawab lagi.Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum di katakannya. Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu.
‘Lain lagi?’ tanya Tuhan.
‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang, Adil dan Mahatahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak salah tanya kepadanya.
Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi?’
‘O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.’
‘Lain?’
‘Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku.Tapi kalau ada yang lupa aku katakan, aku pun bersyukur karena Engkaulah Mahatahu.’
‘Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?’
‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’
‘Masuk kamu.’
Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia di bawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.
Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula.Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya.Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga.
‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat beribadat, teguh beriman?Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita.Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.’
‘Ya, kami juga heran.Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat,’ kata salah seorang diantaranya.
‘Ini sungguh tidak adil.’
‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’
‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’
‘Benar.Benar.Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.
‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?’ suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.
‘Kita protes.Kita resolusikan,’ kata Haji Saleh.
‘Apa kita revolusikan juga?’ tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.
‘Itu tergantung kepada keadaan,’ kata Haji Saleh.‘Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.’
‘Cocok sekali.Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita perolah,’ sebuah suara menyela.
‘Setuju.Setuju.Setuju.’Mereka bersorak beramai-ramai.
Lalu mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan.
Dan Tuhan bertanya, ‘Kalian mau apa?’
Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama rendah, ia memulai pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembahmu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu,mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami.Tak sesat sedikitpun kami membacanya.Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau memasukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kaujatuhkan kepada kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.’
‘Kalian di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.
‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’
‘Ya, benarlah itu, Tuhanku.’
‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan?’
‘Benar.Benar.Benar.Tuhan kami.Itulah negeri kami.’Mereka mulai menjawab serentak.Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali.Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar.Benar.Benar.Itulah negeri kami.’
‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’
‘Ya.Ya.Ya.Itulah dia negeri kami.’
‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’
‘Ya, Tuhanku.Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku.Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’
‘Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu.Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’
‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’
‘Benar.Kami rela sekali, Tuhanku.’
‘Karena keralaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’
‘Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji.Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala.’
‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’
‘Ada, Tuhanku.’
‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras.Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas.Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang.Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin.Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja.Tidak.Kamu semua mesti masuk neraka.hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!"
Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang akan di kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.
‘Tidak.Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri.Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang.Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya.Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis.Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’
Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek.Cerita yang memurungkan Kakek.
Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
"Siapa yang meninggal?" tanyaku kagut.
"Kakek."
"Kakek?"
"Ya.Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali.Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."
"Astaga!Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.
Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya.Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
"Ia sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi.
"Tidak ia tahu Kakek meninggal?"
"Sudah.Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis."
"Dan sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang kemana dia?""Kerja.""Kerja?" tanyaku mengulangi hampa.“ya, dia pergi kerja.”
Langganan:
Postingan (Atom)